Halaman

Rabu, 19 Juni 2013

jurnal



JURNAL
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelangi merupakan salah yang sering terjadi di daerah tropis, seperti Indonesia Menurut Smith (2000:32) Indonesia memiliki intensitas cahaya matahari yang lebih tinggi dibandingkan daerah kutub. Sinar matahari,angin, dan rotasi bumi dapat mempengaruhi arus air laut. Tingginya arus air laut dapat meningkatkan proses kondensi, sehingga curah hujan akan semakin tinggi di daerah tropis. Kombinasi antara berrbagai faktor alam tersebut akan mempengaruhi terbentukya pelangi.
Fenomena pelanggi yang tercipta ketika rintik hujan memecah sinar matahari telah membuat manusia terpesona sejak jaman dulu kala. Upaya menjelaskan pelanggi secara ilmiah pun telah di lakukan sejak masa Aristoteles.Kunci terjidinya pelangi adalah pembiasan, pemantulan dispersi cahaya.
Sejauh ini pendekatan yang di gunakan untuk menjawab fenomena pelangi ialah dari sisi fisika, namun pendekatan dengan menggunakan matematika, khususnya kalkulus masih jarang di temui.  Kalkulus merupakan salah cabang ilmu matematika yang membahas masalah limit, turunan, integral dan deret terhingga. Kalkulus ilmu mengenai perubahan, geometri merupakan ilmu yang mempelajari bentuk benda dan aljabar merupakan ilmu menggenai pengerjaan untuk persamaan serta aplikasinya. Di sisi lain,kalkulus meeiliki aplikasi yang luas dalam bidang sains, ekonomi, dan tehnik serta dapat memecahkan masalah yang tidak dapat di pecahkan dengan aljabar elementer.
Kalkulus memeliki dua cabang utama, kalekulus diferensial dan kalkulus integral. Aplikasi kalkulus integral meliputi perhitungan luas, volume, panjang busur, pusat massa, kerja, dan tekanan. Sedangkan aplikasi dari kalkulus diferensial meliputi perhitungan kecepatan dan percepatan, kemiringan suatu kerva, nilai minimum dan maksimum. Kita dapat menjelaskan fenomena pelangi  yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan prinsip nilai minimum dan maksimum,
Penulis merasa fenomena pelangi sangat menarik perhatian, karena masalah tersebut belum di jelaskan dalam materi perkuliahan, khususnya dari sudut pandang kalkulus. Pembahasan masalah ini dibuat agar tinjauan kalkulus untuk pelangi dapat dilakukan secara lebih mendalam.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar  belakan  masalah yang di uraikan di atas dapat kita rumuska masalah dari penilitian ini,yaitu: “bagaimana proses terjadinya pelangi, bentuk pelangi, posisi pelangi jika ditinjau dari segi kalkulus?”
Rumusan masalah di atas dapat di uraikan menjadi pertanyaan penelitian berikut:
1.      Bagaimana proses terjadinya pelangi?
2.      Bagaimana model matematika dapat  menjelaskan proses terjadinya pelangi melalui pembiasan, pamantulan dan dispersi cahaya?
3.      Bagaimana bentuk pelangi jika ditinjau dari segi kalkulus?
4.      Bagaimana posisi relatif pelangi terhadap pengamat dan matahari jika ditinjau dari segi kalkulus.

1.3  Batasasan Masalah
Pembasan fenomena pelangi pada karya ilmiah dan pembahasan hanya pada pelangi pertama.

1.4  Tujuan Penulisan
1.      Jelaskan proses terjadinya pelangi, dan bentuk pelangi jika ditinjau dari segi kalkulus.
2.      Menurut model matematika yang dapat menjelaskan proses terjadinya pelangi melalui pembiasan, pemantulan, dan dispersi cahaya.

1.5  Manfaat Penulisan
1.      Dapat menambah pengetahuan tentang ketertarikan ilmu kalkulus dengan fenomena pelangi.
2.      Dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut tentang tinjauan kalkulus untuk pelangi secara lebih mendalam.

1.6  Asumsi-asumsi
1.      Tetesan air hujan berbentuk bola.
2.      Sinar matahari yang masuk ketetesan air hujan bebas hambatan.
3.      Ilustarasi dilakukan pada dimensi 2.
4.      Indeks bias dan pada panjang gelombang tiap warna diketahui.
5.      Kandungan butiran air di udara cukup banyak.


BAB II
MATERI PRASYARAT
2.1  Matematika
1.      Turunan
Definisi 2.1
Turunan fungsi f adalah f’ (dibaca “f aksen”) yang nilainya pada sembaranga c adalah
asalkan limit ini ada.
            Jika limit ini mamang ada, maka dikatakan bahwa  f   terdiferensialkan (terturunkan) di c. Pencarian turunan di sebut pendiferensialan
2.    Diferensial
Definisi 2.2
Misalkan fungsi f mempunyai pesamaan y = f (x) mempunyai turunan  Deferensial dari x dinotasikan dengan dx dan diferensial dari y di notasikan dengan dy, dendan hubungan keduanya didefenisikan seebagai
                 dy =f’ (x)  dx =

di mana menyatakan pertambahan sembarang dari x.
Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa  ekivalen dengan dy =f’ (x)dx, asalkan dx  dengan kata lain,, fungsi turunan dapat d ungkapkan sebagai hasil bagi diferensial.



3.      Nilai Maksimum dan Minimum
Definisi 2.3
Andaikan S adalah daerah asal f yang memuat titik c. Kita katakan bahwa:
i.      f (c) adalah nilai maksimum f pada S jika f (c)  untuk semua x di S.
ii.     f (c) adalah nilai minimun f pada S jika  untuk semua x di S.
iii.   f (c) adalah nilai ekstrimf pada S jika ia adalah nilai maksimum atau nilia minimum.
Teorema Eksistensi Maks-Min
     Jika f kontinu pada selang tertutup  maka f mencapai nilai maksimum dan nilai minimum.
Teorema Titik Kritis
     Andaikan f  didefinisikan pada selang I yang memuat titik c. Jika f (c) adalah titik ekstrim, maka c haruslah suatu titik kritis; yakni c berupa salah satu:
i.      Titik ujung dari I;
ii.    Titik stasioner dari
iii.  Titik singular dari  tidak ada)

4.      Aproksimasi
Definisi 2.4
Andaikan . Jika di berikan tambahan maka y menerima tambahan yang berpadanan  yang dapat  di hampiri oleh dy. Jika,  diaproksimasi oleh:

    

5.      Deret Taylor
Definisi 2.5
Andaikan f  dan semua turunanya, f’, f’’, f’’’,..... berada dalam selam  Misalkan
Maka untuk nilai-nilai x di sekitar  dan  dapat diperluas (diekspansi) ke dalam deret Taylor:
           
6.      Aproksimasi deret taylor terhadap fungsi
Aproksimasi linear

 

y = f (x)
y
a
x
x
(a, f (a))
y = f (a)+f(a)(x-a)
 









                  Gambar 2.1
           Aproksimasi Linier

Aproksimasi diferensial bertujuan untuk mengaproksimasi suatu kurva di dekat sebuah titik dengan menggunakan garis singgung pada titik tersebut perhatikan gambar 2.1 persamaan garis singgung pada kurva  di  adalah
Secara langsung menuju ke aproksimasi linier

   
2.2 fisika
1.      pembiasan Cahaya
pembiasan cahaya adalah peristiwa penyimpangan atau pembelokan arah rambat cahaya karena cahaya melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya. Arah pembiasan cahaya dibedakan menjadi dua macam, yaitu mendekati garis normal dan menjauhi garis normal. Cahaya dibiaskan mendekati garis normal jika cahaya merambat dari medium optik kurang rapat ke mediu optik lebih rapat. Contohnya jika cahaya merambat dari udarah ke air. Sedangkan cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal jika cahaya merambat dari medium optik lebih rapat ke medium optik kurang rapat. Contohnya jika cahaya merambat dari air ke udara.
   Syarat- syarat terjadinya pembiasan cahaya ialah cahaya melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya dan cahaya datang tidak tegak lurus lurus terhadap bidang batas.

a.       Indeks Bias Cahaya
Pembiasan cahaya dapat terjadi karena terdapat perbedaan laju cahaya pada dua medium. Laju cahaya pada medium yang rapat lebih kecil di bandingkan dengan laju cahaya pada medium yang kurang rapat.
Menurut Christian Huygens (1629-1695)
 “perbandingan laju cahaya dalam ruang hampa dengan laju cahaya dalam suatu zat dinamakan indeks bias.’’


b.      Pembisan Cahaya Pada Prisma
Bahang bening yang dibatas oleh dua bidang permukaan yang bersudut  disebut prisma. Tetesan air hujan merupakan salah satu benda yang di hasilkan oleh alam, namun memeliki sifat seperti prisma. Maksudnya jika sebuah cahaya menembus tetesan air, maka cahaya tersebut akan di biaskan.

2.    Pemantulan Cahaya
Cahaya sebagai gelombang dapat memantul bila mengenai permukaan suatu benda. Pemantulan cahaya dapat di bedakan menjadi dua jenis, yaitu pemantulan sempurna dan pemantulan baur. Pemantulan sempurna terjadi jika cahaya mengenai permukaan yang mengkilat, seperti cermin. Saat cahaya mengenai permukaan cermin, kita dapat memprediksi arah pemantulannya. Sedangkan pemantulan baur dapat terjadi jika cahaya mengenai permukaan yang tidak rata, seperti kertas atau batu.

3.      Dispersi Cahaya
Dispersi cahaya merupakan gejala penyebarang  gelomban katika  menjalar melalui celah sempit atau tpi tajam suatu benda. Seberkas cahaya polikromatik jika melalui prisma akan mengalami proses punguraian warna cahaya menjadi warna-warma monokromatik. Dispesi cahaya terjadi jika ukuran celah lebih kecil dari panjang gelomban yang melaluinya.

4.      Hukum Snellius
      Pada sekitar tahun 1621, Ilmuan Belanda bernama Willebrord Snell melakukan eksperimen untuk mencari hubungan antara sudut datang dengan sudut bias.

A.    Hukum Snellius terhadap Pemantulan cahaya

Sinar datang,sinar pantu danl garis  normal terletak pada satu bidang datar.
1.      Sudut datang sama dengan sudut pantul
Sumber Cahaya

Cahaya
Sudut datang
Sudut pantul
N
a
aaa







                        Gambar 2.2
            Pemantulan Sempurna


B.     Hukum Snellius terhadap Pembiasan Cahaya

             Jika cahaya merambat dari medium yang kerapatannya rendah menuju menuju medium yang kerapatannya tinggi, maka cahaya akan dibiaskan mendekatan garis normal.
            Jika cahaya merambat dari medium yang kerapatannya rendah, maka cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal.




Sumber Cahaya
N
Rapat
Renggang
a
Sumber cahaya
Renggang
N
Rapat
a
 







                                                            Gambar 2.3
                                                      Pembiasan Cahaya
            Selanjutnya kita dapa menhitung sudut datang dan sudut bias berdasarka Hukum Snelius
            Sin (a)= k sin (
Dengan:                                                           a: sudut datang
             sudut bias
            k: indeks bias
Pembuktian Hukum Snelius
            sin (a) = k sin (
            Akan di buktikan bahwa jarak terpendek antara matahari dan pengamat pada saat berlakku sin (a) = k sin (
Bukti:
Misalkan          a          : sudut datang
                      : sudut biasMedium A: yang kerapatannya renggang,  misalnya udara.
Medium B: medium yang kerapatannya lebih rapat dari medium A, misalkan air.V1                : kecepatan cahaya dalam medium
            A.
V2           : kecepatan cahaya dalam medium
            B
D1          : jarak yang di tempuh saat cahaya
            Berada di medium A
D         2 : jarak yang ditempuh saat cahaya
            Berada di medium B
Perhatikan gambar 2.4 beriku
Gambar 2.4
Cahaya yang di biaskan mendekati garis normal
Dari gambar di peroleh :
D1 =                        (1)
Sin α =                               (2)
D2 =                                    (3)
Sin β =                                  (4)
            Kita ambil (D1 + D2) untuk mendapatkan jarak terpendek antara matahari dan pengamat.
            Karena cahaya matahari memiliki kecepatan yang berbeda saat benda berada di medium yang berbeda, maka jarak terpendek antar matahari dan pengamat dapat di nyatakan sebagai :
            Untuk mendapatkan sudut deviasi yang minimum pada sinar datang, maka kita kontruksikan :
                                       (5)
Selanjutnya kita menurunkan D1 dan D2 terhadap x, sehingga di dapat :
x
      =
x
      =

Subtitusikan nilai  dan  pada persamaan (5), sehingga di peroleh :
                         (6)
            Dari persamaan (1) dan (2) di peroleh :
,dan di tulis sebagai
                  (7)
            Dari persamaan (3) dan (4) di peroleh :
                               (8)
            Subtitusikan persamaan (7) dan (8) ke dalam persamaan (6), di peroleh :
 dengan
Jadi , terbukti benar .
Besar ukuran sudut bias dan sudut pelangi masing-masing warna pelangi di pengaruhi oleh panjang gelombang dan indeks bias masing-masing gelombang warna. Berikut ini merupakan data panjang gelombang dan indeks bias warna pelangi.
Tabel 2.1
Data Panjang Gelombang dan Indeks Bias Warna Pelangi





BAB III
PEMBAHASAN
1.      Proses Terjadinya Pelangi
Pelangi merupakan satu-satunya gelombang elektromagnetik yang dapat kita lihat. Pelangi adalah gejala optik dan meteorologi yang terjadi secara alamiah dalam atmosfir bumi serta melibatkan cahaya matahari, pengamat dan tetesan air hujan.
Jika ada cahaya matahari yang bersinar setelah hujan berhenti, maka cahaya tersebut akan menembus tetesan air hujan di udara. Udara dan tetesan air hujan memiliki kerapatan yang berbeda, sehingga ketika cahaya matahari merambat dari udara ke tetesan air hujan akan mengalami pembelokan arah rambat cahaya (pembiasan cahaya).
Cahaya matahari  merupakan sinar polikromatik, saat masuk ke dalam tetesan air hujan akan di uraikan menjadi warna-warna monokromatik yang memiliki panjang gelombang yang berbeda-beda. Cahaya matahari yang telah terurai menjadi warna monokromatik sebagian akan mengalami pemantulan saat mengenai dinding tetesan air hujan dan sebagian lainnya akan menembus ke luar tetesan air hujan. Masing-masing gelombang monokromatik tersebut akan mengalami pembiasan cahaya saat keluar dari tetsan air hujan dan arah pembiasannya akan berbeda-beda, tergantung pada warnanya.
Warna-warna monokromatik yang keluar dari tetesan air hujan mempunyai panjang gelombang yang berbeda dalam rentang 400 – 700 nm. Pada rentang 400 – 700 nm, gelombang cahaya yang dapat di lihat oleh mata manusia ialah gelombang yang mempunyai gradasi warna merah sampai ungu. Gradasi warna tersebut di asumsikan sebagai warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Susunan gradasi warna tersebut kita namakan sebagai pelangi. Ketika kita melihatnya tersusun dengan merah di paling atas dan warna ungu di paling bawah.
Berikut merupakan skema terjadinya pelangi pertama secara keseluruhan.
Gambar 3.1
Proses Fisis Pelangi Pertama Secara Keseluruhan
            Saat kita melihat pelangi, daerah di bawah pelangi akan terlihat lebih terang jika di bandingkan dengan daerah lainnya di sekitar pelangi. Daerah yang terlihat lebih terang tersebut dinamakan daerah terang pelangi. Ada dua hal yang menyebabkan daerah terang pelangi terlihat lebih terang di bandiakn daerah lainnya, yaitu yang pertama adalah cahaya matahari yang masuk ke dalam tetesan air hujan yang menimbulkan pelangi pertama mempunyai intensistas cahaya matahari yang paling besar. Alasan kedua, pada proses pembentukan pelangi pertama, saat berada dalam tetesan air hujan, cahaya matahari hanya mengalami hanya mengalami  satu kali proses pemantulan cahaya, sehingga energi yang terserap oleh tetesan air hujan masih cukup banyak.
2.      Model Matematika Dapat Menjelaskan Proses Terjadinya Pelangi Melalui Pembiasan, Pemantulan dan Dispersi Cahaya.
Gambar 3.2
Ilustrasi Sudut Pelangi
            Rumus umum yang di gunakan :
A.    Hukum pemantulan
Sudut datang sama dengan sudut pantul.
B.     Hukum Snellius
Keterangan :
α : sudut datang
β : sudut bias
k : perbandinagn indeks bias dari     dua medium yang berbeda
            berikut merupakan ilustrasi cahaya yang menembus tetsan air hujan mengalami dua kali proses pembiasan , satu kali pemantulan dan satu kali dispersi cahaya.
Gambar 3.3
Proses pembiasan, pemantulan dan dispersi cahaya pada pelngi pertama
ü  Model matematika dalam pembentukan pelangi pertama.
Perhatikan ΔBCD

 (sudut berpelurus)     (1)
Subtitusiakn nilai  pada persamaan (1)
Perhatikan ΔADE
Subtitusikan nilai , maka didapat:

 (sudut berpelurus)   (2)
Subtitusiakan nilai  pada persamaan (2)
jika T ) di turunkan terhadap  di peroleh :
                                (3)
Berdasarkan Hukum Snellius
Kedua ruas diturunkan terhadap
                              (4)
Subtitusikan persamaan (4) ke persamaan (3), diperoleh :
Berdasarkan prinsip aproksimasi linear deret Tylor terhadap fungsi,
Karena  nilainya kecil (mendekati nol), maka  dapat di abaikan, sehingga .
                (5)
Dari persamaan (5), diperoleh persamaan berikut:
  (kedua ruas di kuadratkan )
Dengan mensubtitusikan
Diperoleh :
Ssehingga di peroleh rumus untuk sudut datang dan sudut bias
           
Dari persamaan Snellius  di dapat :

ü  Menentukan sudut pelangi

a)      Sudut Pelangi Untuk Warna Merah
Diketahui indeks bias untuk warna merah (k) = 1,33141
Subtitusikan nilai k ke persamaan
 
Sehingga di dapat
Sehingga didapat
Dengan mensubtitusikan nilai  diperoleh :
Karena :
Maka :
Jadi,  sudut pelangi untuk warna merah adalah
b)        Sudut Pelangi Untuk Warna Jingga
Diketahui indeks bias untuk warna jingga (k) = 1,33322
Subtitusikan nilai k ke persamaan
 

Sehingga di dapat


Sehingga didapat
Perhatikan :

Dengan mensubtitusikan nilai  diperoleh :


Karena :

Maka :
Jadi,  sudut pelangi untuk warna jingga adalah

c)    Sudut Pelangi Untuk Warna Kuning
Diketahui indeks bias untuk warna kuning (k) = 1,33462
Subtitusikan nilai k ke persamaan
 

Sehingga di dapat


Sehingga didapat

Perhatikan :

Dengan mensubtitusikan nilai  diperoleh :


Karena :


Maka :


Jadi,  sudut pelangi untuk warna kuning adalah


d)   Sudut Pelangi Untuk Warna Hijau
Diketahui indeks bias untuk warna hijau (k) = 1,33659
Subtitusikan nilai k ke persamaan
 

Sehingga di dapat


Sehingga didapat
Perhatikan :

Dengan mensubtitusikan nilai  diperoleh :


Karena :

Maka :
Jadi,  sudut pelangi untuk warna hijau adalah

e)    Sudut Pelangi Untuk Warna Biru
Diketahui indeks bias untuk warna biru (k) = 1,34055
Subtitusikan nilai k ke persamaan
 

Sehingga di dapat


Sehingga didapat

Perhatikan :


Dengan mensubtitusikan nilai  diperoleh :


Karena :

Maka :


Jadi,  sudut pelangi untuk warna biru adalah


f)    Sudut Pelangi Untuk Warna Nila
Diketahui indeks bias untuk warna nila (k) = 1,34235
Subtitusikan nilai k ke persamaan
 

Sehingga di dapat


Sehingga didapat
Perhatikan :

Dengan mensubtitusikan nilai  diperoleh :


Karena :

Maka :
Jadi,  sudut pelangi untuk warna nila adalah



g)   Sudut Pelangi Untuk Warna Ungu
Diketahui indeks bias untuk warna ungu (k) = 1,34451
Subtitusikan nilai k ke persamaan
 


Sehingga di dapat


Sehingga didapat

Perhatikan :


Dengan mensubtitusikan nilai  diperoleh :


Karena :

Maka :


Jadi,  sudut pelangi untuk warna ungu adalah
Tabel 3.1
Data Sudut Warna-Warna Pada Pelangi
3.      Bentuk Pelangi Jika di Tinjau Dari Segi Kalkulus.
Sebenarnya, bentu pelangi adalah lingkaran penuh. Kalu terlihat setengah lingkaran atau sebagian dari lingkaran, itu terjadi karena pelangi terpotong oleh horizon bumi, atau objek lain yang mengalami cahaya, misalnya gunung dan bukit.
Pelangi terjadi akibat pembiasan cahaya pada sudut 400-420. Karena sudut pembiasan tetap, maka letak terjadinya warna pelangi selalu tetap dari pusat cahaya, sehingga jari-jarinya juga tetap, kalau jari-jarinya tetap konstant dari suatu pusat atau titik, kita akan mendapatkan lingkaran. Kalau lingkarannya kita potong, kita akan selau dapat bagian lingkaranyang melengkung.
Gambar 3.4
Ilustrasi Bentuk Prlangi
Untuk dapat melihat pelangi, kita harus mempunyai sudut deviasi sebesar 1380, ini menyebabkan kita akan mempunyai sudut pelangi sebesar 42o. Sudut pelangi merupakan sudut yang terbentuk antara axis dan titik puncak pelangi. Axis merupakan garis yang menghubungkan matahari dan pengamat.
Gambar 3.5
Sifa Konvergen Mata Manusia




Saat memendang sebuah objek, mata manusia bersifat konvergen atau menyebar. Pandangan mata kita saat melihat sebuah objek dapat di ilustrasikan sebagai sebuah kerucut yang memiliki titik puncak pada mata kita, seperti tampak pada gaambar 3.5. kemiringan kerucut yang terbentuk dipengaruhi oleh posisi matahari. Sebagaian alas kerucut tidak dapat kita lihat karena berada di bawah garis horozontal, sedangkan sebagian lainnya terlihat sebagai busur atau biasa kita sebut sebagian pelangi.

4.      Posisi Relatif Pelangi Terhadap Pengamat dan Matahari Jika Di Tinjau Dari Segi Kalkulus
Posisi matahari, pengamat dan pelangi akan selalu dalam satu axis. Dimana matahari akan selalu berada di belakang pengamat (diilustrasikan pada gambar 3.4 dan 3.6). kita tidak akan melihat pelangi jika posisi matahari tegak lurus dengan garis horizon bumi.
Gambar 3.6
Posisi Matahari, Pengamat dan Pelangi







BAB IV
P E N U T U P

1.      Simpulan
Pelangi adalah gejala optik dan meteorologi yang terjadi secara alamiah dalam atmosfir bumi serta melibatkan cahaya matahari, pengamat dan tetesan air hujan. Cahay matahari msuk ke dalam tetsan air hujan akan mengalami proses pembiasan lalu cahaya tersebut akan terurai menjadi warna monokromatik. Cahaya yang telah terurai, masing-masing akan mengalami proses pembiasan cahaya saat keluar dari tetesan air hujan. Rangkaian gelombang warna monokromatik yang membentuk gelombang cahaya tersebut akan membentuk pelangi pertama.
Kita dapat mengkontruksi model matematika proses terjadinya pelangi pertama. Model yang pertama ialah
 
, merupakan sudut pelangi. Model kedua ialah
, merupakan sudut deviasi. Selanjutnya  yang  merupakan sudut datang sinar matahari. Model yang terakhir adalah  yang merupakan sudut bias pelangi.
Sebenarnya, bentuk pelang adalah adalah lingkaran penuh. Kalau terlihat setengah lingkaran, atau bagian dari lingkaran,  itu terjadi karena pelangi terpotong oleh horizon bumiatau objek lain yang mengalami cahaya, misalkan gunung dan bukit. Bentuk pelangi yang berupa lingkaran disebabkan oleh sudut pembiasan masing-masing gelombang warna tetap dan sifat konvergen (menyebar) saat mata manusia memandang sebuah objek.
Untuk dapat melihat pelangi kita harus miliki  sebesar 400- 420 serta posisi matahari, pengamat dan pelangi terletak pada suatu axis dengan posisi matahari berada di belakang pengamat. Kita tidak dapat melihat pelangi jika posisi matahari tegak lurus dengan gais horozontal bumi, sehingga kita hanya dapat melihat pelangi pada pagi hari atau sore hari.
2.      Saran
Berdasarkan studi pustaka yang penulis lakukan mengenai proses terjadinya pelangi pertama, model matematika yang menjelaskan pelangi pertama, bentuk pelengi, dan posisi relatif pelangi terhadap matahari dan pengamat jika di tinjau dari segi kakulus  penulis memiliki saran untuk menmbah studi pustaka mengenai pelangi kedua, ketiga sampai pelangi ke tujuhbelas.